• Jelajahi

    Copyright © bodi.web.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Efek Buruk Scroll Media Sosial Secara Terus-Menerus dan Hubungannya dengan Brain Rot

    bodi.web.id
    27 September 2025, September 27, 2025 WIB Last Updated 2025-09-27T07:33:10Z
    [[---]]
    [[---]]

     


    Efek Buruk Scroll Media Sosial Secara Terus-Menerus dan Hubungannya dengan Brain Rot

    Di era digital, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari bangun tidur hingga menjelang tidur kembali, banyak orang menghabiskan waktu berjam-jam untuk scrolling berbagai konten di TikTok, Instagram, YouTube Shorts, atau platform lainnya. Aktivitas ini memang memberi hiburan instan, namun di balik itu terdapat risiko serius bagi kesehatan mental maupun kemampuan kognitif. Belakangan, fenomena ini sering dikaitkan dengan istilah brain rot, yang menggambarkan kondisi otak yang seakan “membusuk” akibat kebiasaan konsumsi konten berlebihan tanpa nilai tambah.


    Apa Itu Brain Rot?

    Secara harfiah, brain rot bukanlah istilah medis, melainkan istilah populer yang digunakan warganet untuk menjelaskan efek negatif konsumsi konten digital yang dangkal, instan, dan terus-menerus. Otak manusia memiliki kapasitas plastisitas tinggi, artinya dapat berubah sesuai kebiasaan. Namun, jika otak terus dilatih untuk mencari kepuasan instan melalui konten singkat, maka kemampuan fokus, berpikir kritis, hingga kreativitas dapat menurun.

    Fenomena ini bisa dianalogikan seperti tubuh yang hanya diberi makanan cepat saji. Awalnya terasa nikmat, tetapi lama-kelamaan menimbulkan penyakit. Begitu juga dengan otak: jika hanya diberi “fast content” tanpa nutrisi intelektual, maka kemampuan kognitif pun tergerus.


    Efek Buruk Scroll Media Sosial Secara Terus-Menerus

    1. Menurunkan Konsentrasi dan Rentang Perhatian
      Konten singkat berdurasi 10–30 detik melatih otak untuk berpindah fokus dengan cepat. Akibatnya, rentang perhatian semakin pendek. Banyak anak muda kini kesulitan membaca artikel panjang atau menonton film berdurasi penuh karena otaknya terbiasa dengan stimulasi cepat.

    2. Kecanduan dan Dopamin Berlebih
      Setiap kali menemukan konten menarik, otak melepaskan dopamin, hormon kebahagiaan. Namun, terlalu sering mencari “dopamin instan” lewat scrolling membuat otak sulit merasakan kepuasan dari aktivitas lain, seperti membaca buku atau bekerja. Ini mirip dengan pola kecanduan pada judi atau game online.

    3. Menurunkan Kualitas Tidur
      Kebiasaan doomscrolling sebelum tidur mengacaukan ritme sirkadian. Cahaya biru dari layar gadget menekan produksi melatonin, sehingga tidur menjadi terganggu. Akibatnya, keesokan hari seseorang merasa lelah, sulit fokus, dan rentan stres.

    4. Meningkatkan Risiko Kecemasan dan Depresi
      Terpapar konten berulang tentang gaya hidup mewah, pencapaian orang lain, atau berita negatif dapat memicu perasaan minder, cemas, hingga depresi. Media sosial sering menampilkan “highlight reel”, bukan realita, sehingga pengguna mudah membandingkan diri secara tidak sehat.

    5. Mengikis Kreativitas dan Daya Pikir Mendalam
      Otak yang terbiasa disuapi informasi instan jarang diajak untuk berpikir kritis. Lama-kelamaan, kemampuan memecahkan masalah kompleks menurun, dan kreativitas terasa mandek. Inilah inti dari brain rot: otak kehilangan ketajaman dan vitalitasnya.


    Hubungan Scroll Berlebihan dengan Brain Rot

    Brain rot muncul ketika otak terlalu sering terjebak dalam pola konsumsi pasif. Scroll tanpa henti membuat otak hanya menjadi penerima, bukan pengolah informasi. Tidak ada ruang untuk refleksi, analisis, atau penciptaan ide baru.

    Bayangkan otak sebagai otot. Jika hanya digunakan untuk aktivitas ringan tanpa tantangan, maka otot akan melemah. Begitu juga otak: jika hanya dijejali konten ringan berulang, maka fungsi kognitif menurun. Fenomena brain rot ini kini banyak dikeluhkan generasi muda, yang merasa sulit fokus belajar atau bekerja setelah terbiasa marathon scrolling berjam-jam.


    Bagaimana Cara Mengatasinya?

    1. Batasi Waktu Layar
      Gunakan fitur screen time untuk mengontrol durasi penggunaan media sosial. Mulailah dengan target kecil, misalnya hanya 1–2 jam per hari.

    2. Ganti dengan Aktivitas Berkualitas
      Alihkan sebagian waktu scrolling ke aktivitas lain yang memberi stimulasi positif: membaca, olahraga, menulis, atau hobi kreatif.

    3. Konsumsi Konten Edukatif
      Tidak semua konten digital buruk. Ikuti akun yang membagikan ilmu, tips produktivitas, atau wawasan baru. Dengan begitu, otak tetap mendapat “nutrisi”.

    4. Praktikkan Mindful Scrolling
      Sadari kapan Anda scroll hanya karena bosan, bukan karena butuh. Dengan kesadaran penuh, kebiasaan ini bisa lebih terkendali.


    Kesimpulan

    Scroll media sosial secara terus-menerus memang terasa menyenangkan dalam jangka pendek, tetapi membawa efek buruk jangka panjang. Penurunan fokus, kecanduan dopamin, gangguan tidur, hingga risiko brain rot adalah konsekuensi nyata dari kebiasaan ini. Istilah brain rot menggambarkan kondisi otak yang “melemah” karena terbiasa dengan konten instan, sehingga kehilangan kemampuan berpikir mendalam.

    Agar tidak terjebak dalam lingkaran ini, penting untuk membatasi waktu layar, memilih konten berkualitas, serta memberi ruang bagi aktivitas yang merangsang kreativitas dan refleksi. Dengan langkah kecil namun konsisten, otak dapat kembali sehat dan terbebas dari bahaya brain rot.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini